Senin, 14 November 2011

Tentang Sea Games, Nasionalisme dan Politik


Akhir-akhir ini Sea Games menjadi trending topic dalam dunia maya maupun dalam dunia nyata dalam kehidupan sehari-hari. Sea Games adalah ajang olahraga yang diadakan setiap dua tahun dan melibatkan 11 negara di Asia Tenggara. Dan kali ini Indonesia mendapatkan sebuah kesempatan untuk menjadi tuan rumah bagi ajang bergengsi ini. Kesempatan menjadi tuan rumah di ajang Sea Games ini dapat memberikan kita pelajaran yang sangat besar yaitu dimana kita melatih atau merasakan sikap kebanggaan kita terhadap Negara atau sikap nasionalisme. Dua hal yang berbeda dari Sea Games dengan nasionalisme, Sea Games suatu ajang olahraga dan nasionalisme adalah suatu paham semangat kebangsaan. Namun dari adanya Sea Games dan kesempatan Indonesia menjadi tuan rumah ini merupakan salah satu cara kita melihat sejauh mana rasa nasionalisme yang ada dalam diri kita.
Untuk para atlet sendiri yang berlaga di Sea Games pun sebelum berlangsungnya event tersebut telah dilatih mental oleh tentara  Pasukan Komando Khusus (Pusdikpassus), Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, Untuk membangun rasa nasionalisme saat berjuang di SEA Games 2011, atlet-atlet yang bakal berlomba mendapat pelatihan fisik dan mental dari Tentara Nasional Indonesia (TNI). Para atlet tersebut, tidak terkecuali para pesepakbola timnas U-23 mendapat materi wawasan kebangsaan dan bela negara. Mereka diharapkan akan tampil mati-matian untuk meraih gelar juara bagi Indonesia.
Namun pertanyaannya adalah, apakah kita tetap bangga jika Indonesia sedang tidak berlaga di ajang olahraga sejenis Sea Games ini? dan apakah kita tetap mendukung Indonesia dengan semangat kebangsaan seperti saat Indonesia bertanding melawan negara lain? Serta bagaimana mempertahankan sikap nasionalisme itu ketika ajang seperti Sea Games ini berakhir?
Selama 17  kali keikutsertaan Indonesia di ajang Sea Games sejak tahun 1977, Indonesia berhasil menyabet 9 kali predikat Juara umum, tiga di antaranya diraih pada saat Indonedia sebagai tuan rumah. Yang terakhir dan sudah cukup lama adalah pada Sea Games ke 19 yang dilangsungkan di Jakarta. Dari fakta tersebut, Indonesia adalah sangat superior. Satu-satunya pesaing yang layak diperhitungkan hanya Thailand.
Lalu apa yang menyebabkan superior Indonesia terhenti sejak tahun 1997? Jawaban yang paling gampang adalah karena situasi poltik di Indonesia yang sejak itu terus bergejolak. Orde baru, dengan berbagai kekurangannya, berhasil menjaga stabilitas politik di tanah air. Dominasi Golkar saat itu menyurutkan semangat berpolitik. Jabatan bukanlah kursi panas seperti sekarang sehingga menteri di bidang olah raga, pengurus Koni dan induk-induk cabang olah raga bisa berkonsentrasi mengurus pekerjaannya tanpa diganggu berbagai kepentingan politik.
Runtuhnya Orde Baru pasca Sea Games 19 tahun 1997, kenyataannya telah mengurangi pamor Indonesia di tingkat Asia tenggara. Pada saat stabilitas politik Indonesia berada di titik nadir tahun 1999, Indonesia tidak mampu membuktikan sebagai pemegang sejarah pekan olah raga terbesar di Asia tenggara ini meskipun perhelatan acaranya dilaksanakan di Brunai Darussalam, yang lokasi geografisnya berada di wilayah Indonesia.
Memang untuk menjadi kampiun pada pesta olah raga terbesar di Asia Tenggara ini dipengaruhi oleh banyak factor. Selain faktor internal berupa kesiapan kontingen juga terdapat faktor ekseternal yaitu kemajuan olah raga dari negara-negara tetangga yang menjadi peserta juga.
Kebetulan pesta olah raga dua tahunan ke 26 tahun 2011 kali ini dilangsungkan di Indonesia. Artinya semua faktor keberuntungan sedang memihak Indonesia. Sebagai tuan rumah, tentunya Indonesia bisa mengirimkan atlitnya paling banyak, juga untuk cabang olah raga yang akan diikutinya, status tuan rumah juga tentunya akan memberi semangat lebih karena akan mendapat dukungan suporter paling banyak.
Dalam pesta olah raga yang di langsungkan di Jakarta dan Palembang ini, sepertinya tidak ada alasan bagi Indonesia gagal menempati podium utama sebagai juara umum. Para penanggung jawab olah raga negeri yang berpenduduk paling banyak di Asia Tenggara ini harus membuktikan bahwa stabilitas politik tidak mengganggu kinerja mereka. Mari kita buktikan apakah Menpora Andi Malarangeng lebih kompeten dari Hayono Isman (1993-1998), Akbar Tanjung (1988-1993) dan  Abdul Gafur (1978-1988) yang berhasil memenangi event-event itu secara beruntun atau sebaliknya.
Mudah-mudahan saja bau politik yang sudah berhembus jauh-jauh hari sejak persiapan acara tersebut dapat dihapus dengan mengalirnya emas ke pundi-pundi medali yang dapat mengantarkan Indonesia menjadi juara umum, minimal untuk mengulang keberhasilan tahun 1997. Semoga….

1 komentar: